BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Beberapa tahun terakhir ini energi
merupakan persoalan yang krusial didunia. Peningkatan permintaan energi yang
disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan
minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan
kepada setiap Negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi
terbaharukan.
Lonjakan harga minyak dunia akan
memberikan dampak yang besar bagi pembangunan bangsa Indonesia sehingga
terdapat defisit yang harus dipenuhi melalui impor.
Untuk mengurangi ketergantungan
terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah menerbitkan Peraturan presiden RI
No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber
energi alternatif sebagai bahan bakar minyak. kebijakan tersebut menekankan
pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai alternatif pengganti bahan
bakar minyak.
Salah satu sumber energi altrnatif
adalah Biogas. Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik salah satunya
adalah dari kotoran hewan ruminansia yang dapat dimanfatkan menjadi energi
melalui proses anaerobic digestion. Proses ini merupakan peluang besar untuk
menghasilkan energi alternatif sehingga akan mengurangi dampak penggunaan bahan
bakar fosil.
Ruminansia (hewan memamah biak)
mencernakan bahan makanannya yang mengandung selulosa dan polisakarida melalui
suatu sistem lambung dengan bantuan mikroba. Karena didalam sistem lambung
hewan tersebut tidak tersedia enzim pemecah selulosa menyebabkan terjadinya
jalinan kehidupan seperti simbiosis antara mikroba penghasil selulase dengan
sistem lambung hewan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Jenis
Mikroba Apa Saja Yang terdapat dalam Rumen Ruminansia Beserta Peranannya ?
2. Apa
Pengertian dan Manfaat Biogas ?
3.
Bagaimana Cara Pembuatan Biogas Dari Kotoran Sapi ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui Jenis Mikroba Yang
terdapat dalam Rumen Ruminansia Beserta Peranannya.
2.
Untuk mengetahui Pengertian dan Manfaat
Biogas.
3.
Untuk mengetahui Cara Pembuatan Biogas
Dari Kotoran Sapi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
JENIS
MIKROBA DAN PERANANNYA
·
Bakteri
Yokoyama dan Johnson (1988), mengklasifikasikan bakteri menjadi 8 kelompok
didasarkan pada jenis bahan yang digunakan dan hasil akhir fermentasi. Berikut
contoh-contoh species bakterinya:
1.
Bakteri Selulolitik
Bakteri yang
mempunyai kemampuan untuk memecah selulosa dan mampu bertahan pada kondisi yang
buruk pada saat makanan yang mengandung serat kasar yang tinggi. Contoh : Bacteroides sussinogenes (bentuk
batang), Ruminococcus albus (bentuk
bulat).
2.
Bakteri Proteolitik
Mempunyai
kemampuan untuk memecah protein, asam amino dan peptida lain menjadi amonia
(Orskov, 1982). Contoh : Bacteroides
ruminocola, Selenomonas ruminantium .
3.
Bakteri Methanogenik
Merupakan
bakteri yang dapat mengkatabolisasi alkohol dan asam organik menjadi methan dan
karbondioksida (Tjandraatmaja, 1981). Contoh: Methanobacterium formicium, Methanobrevibacter ruminantium.
4.
Bakteri Amilolitik
Merupakan
bakteri yang dapat memfermentasikan amilum . Bakteri jenis ini relatif lebih
tahan terhadap perubahan pH dibandingkan dengan bakteri selulolitik, dapat
bekerja pada pH 5,7-7,0 (Orskov, 1982). Contoh: Clostridium lochheaddii, Streptococcus bovis, Bacteroides amylophilus
5.
Bakteri yang memfermentasikan gula
Bakteri yang
memfermentasikan amilum, sebagian besar mampu memfermentasikan gula sederhana .
Contohnya : Eurobacterium ruminantium,
Lactobacillus ruminus.
6.
Bakteri Lipolitik
Merupakan
bakteri rumen yang dapat menghidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak.
Hal ini dapat berlangsung karena adanya enzim lipase yang dapat memecah lemak
(Tamminga dan Doreau, 1991). Contohnya : Anaerovibrio
livolytica, Veillonella alcalescens.
7.
Bakteri pemanfaat Asam
Contohnya : Selonomonas dan Veillonella alcalescens.
8.
Bakteri Hemiselulotitik
Hemiselulosa
adalah karbohidrat yang terdapat dalam tanaman yang tidak larut dalam air
tetapi larut dalam asam dan alkali. Hemiselulosa ini terdapat dalam tanaman yang
menjadi pakan ternak dalam jumlah besar. Contohnya : Ruminococcus sp, Butyrivibrio fibriosolvens.
Serta ditambah beberapa contoh spesies protozoa dan jamur diantaranya :
1.
lsotricha
intestinalis (memfermentasi gula, pati dan pektin)
2.
Dasytricha
ruminantium (pencerna pati, maltosa, dan glukosa)
3. Entodinium caudatum dan Diplodinium sp
4.
Jamur Neocalimastik
sp dan Orpinomyces fungsi
selulolitik.
·
Protozoa Rumen
Sebagian besar protozoa yang terdapat didalam rumen
adalah cilliata meskipun flagellata juga banyak dijumpai. Cilliata ini
merupakan non pathogen dan anaerobic michroorganism. Pada kondisi rumen yang
normal dapat dijumpai ciliata sebanyak 105 -106 per ml isi rumen. Dari hasil
serangkaian studi, diperoleh informasi bahwa ciliata diduga mempunyai peranan sebagai
sumeber protein dengan keseimbangan kandungan asam amino yang lebih baik
dibandingkan dengan bakteri sebagai makanan ternak ruminansia. Selain itu
ciliata/protozoa juga menelan partikel-partikel pati sehingga memperlambat
terjadinya fermentasi. Hanya spesies tertentu dari ciliata ini yang mampu
mencerna selulosa dengan hasil akhir berupa asam lemak terbang (VFA). Meskipun
telah lama dipelajari, ciliata masih merupakan organisme yang rumit untuk
diidentifikasikan secara tegas, karena organisme ini tidak mempunyai hubungan
sama sekali dengan hewan bersel tunggal lainnya.
·
Jamur Rumen
Sampai dengan tahun 1977 jamur rumen masih belum
banyak menarik perhatian para ahli untuk menelitinya. Clarke (1977) misalnya
dalam salah satu bab yang berjudul ‘”The Gut and Its Microorganisms” hanya
menyebut ragi (yeast) dan kapang (moulds) sebagai jamur dan dijumpai rumen.
Demikian pula disebutkan bahwa kedua jenis jamur tersebut hanya lewat/singgah
(=transients) di saluran pencernaan hewan ruminansia. Hal ini dibuktikan bahwa
pembiakan kedua jenis jamur tersebut dengan simulator kondisi di dalam rumen tidak
menghasilkan pertumbuhan.
Lambung ruminansia terdiri atas 4
bagian, yaitu rumen (perut besar), retikulum (perut jala), omasum
(perut kitab), dan abomasum (perut masam), dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur
dan makanan alamiahnya. Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4
dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan
makanan sementara yang akan dimamah kembali (kedua kali). Selain itu, pada
lambung juga terjadi proses pembusukan dan peragian (fermentasi).
Saat mereka
makan rumput, maka makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi
sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi
pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim
selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan protozoa tertentu. Dari rumen,
makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan akan
dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar disebut bolus.
Saat para
ruminansia ini sudah santai di kandangnya, bolus akan dimuntahkan kembali ke
mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut, makanan akan ditelan kembali untuk
diteruskan ke omasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang
akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu
perut yang sebenarnya, dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus
secara kimiawi oleh enzim selulase yang akan menghancurkan selulosa. Mikroba
penghasil selulase tidak tahan hidup di abomasum karena pH yang sangat rendah
(asam), akibatnya bakteri ini akan mati, namun para mikroba ini malah dapat
dicerna sebagai sumber protein bagi hewan ruminansia. Dengan demikian,
rumimansia tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia.
Hewan seperti
kuda, kelinci, dan marmut tidak mempunyai struktur lambung seperti pada sapi
untuk fermentasi selulosa. Proses fermentasi dilakukan oleh bakteri pada sekum
(semacam appendix yang membesar) yang banyak mengandung bakteri. Proses
fermentasi pada sekum tidak seefektif fermentasi yang terjadi di lambung sapi.
Akibatnya kotoran kuda, kelinci, dan marmut lebih kasar karena proses
pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yakni pada sekum. Sedangkan pada
sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang
kedua-duanya dilakukan oleh para mikroba tadi.
Enzim
selulase yang dihasilkan oleh bakteri pada saluran pencernaan ruminansia ini
tidak hanya berfungsi untuk merombak selulosa, tetapi juga dapat menghasilkan
biogas yang berupa gas CH4 (metana) yang dapat digunakan sebagai
sumber energi alternatif bahan bakar. Jadi bisa digunakan sebagai pengganti
kompor gas untuk memasak. Karena tidak tertutup kemungkinan bakteri yang ada di
sekum atau usus akan keluar dari tubuh hewan tersebut bersama faeces (tinja). Bahan
organik yang terdapat dalam faeces tadi akan diuraikan dan dapat menghasilkan
biogas.
Tahap
lengkap pencernaan material organik adalah sebagai berikut:
- Hidrolisis. Pada tahap ini, molekul organik yang komplek diuraikan menjadi bentuk yang lebih sederhana, seperti karbohidrat (simple sugars), asam amino, dan asam lemak;
- Asidogenesis. Pada tahap ini terjadi proses penguraian yang menghasilkan amonia, karbon dioksida, dan hidrogen sulfide
- Asetagenesis. Pada tahap ini dilakukan proses penguraian produk acidogenesis; menghasilkan hidrogen, karbon dioksida, dan asetat
- Methanogenesis. Ini adalah tahapan terakhir dan sekaligus yang paling menentukan, yakni dilakukan penguraian dan sintesis produk tahap sebelumnya untuk menghasilkan gas methana (CH4). Hasil lain dari proses ini berupa karbon dioksida, air, dan sejumlah kecil senyawa gas lainnya.
B.
PENGERTIAN
BIOGAS DAN MANFAATNYA
Biogas yaitu gas yang dihasilkan dari sistem penguraian
beberapa bahan organik oleh mikroorganisme pada keadaan langka oksigen
(anaerob). Komponen biogas diantaranya seperti berikut : ± 60 Persen CH4
(metana), ± 38 Persen CO2 (karbon dioksida) serta ± 2 Persen N2, O2, H2, &
H2S. Biogas bisa dibakar seperti elpiji, dalam taraf besar biogas bisa dipakai
untuk pembangkit daya listrik, hingga bisa jadikan sumber daya alternatif yang
ramah lingkungan serta teranyarkan. Sumber daya Biogas yang utama yakni dari
kotoran Sapi, Kerbau, Babi serta Kuda.
Negara
Indonesia Mulai dikenalkan pada th. 1970-an, pada th. 1981 lewat Proyek
Pengembangan dan cara membuat Biogas dengan support dana dari FAO di bangun
misal instalasi biogas di sebagian provinsi. Pemakaian biogas belum cukup
berkembang luas diantaranya dikarenakan oleh tetap relatif murahnya harga BBM
yang disubsidi, sesaat teknologi yang dikenalkan sampai kini tetap membutuhkan
biaya yang cukup tinggi dikarenakan berbentuk konstruksi beton dengan ukuran
yang cukup besar. Mulai th. 2000-an sudah di kembangkan reaktor biogas taraf
kecil (rumah tangga) dengan konstruksi simpel, terbuat dari plastik dengan cara
siap gunakan (knockdown) serta dengan harga yang relatif murah.
Manfaat biogas yaitu untuk pengganti
bahan bakar terutama minyak tanah serta dipergunakan untuk memasak lalu untuk
bahan pengganti bahan bakar minyak (bensin, solar). Dalam taraf besar, pembuatan biogas bisa dipakai untuk
pembangkit daya listrik. Di samping itu, dari sistem pembuatan biogas bakal dihasilkan bekas kotoran ternak
yang bisa segera dipergunakan untuk pupuk organik pada tanaman (biogas plant). Potensi pengembangan
Biogas di Indonesia tetap cukup besar. Hal itu mengingat cukup banyak populasi
sapi, kerbau serta kuda, tiap-tiap 1 ekor ternak sapi/kerbau bisa dihasilkan +
2 m3 biogas /hari. Potensi ekonomis Biogas yaitu benar-benar besar, hal itu
mengingat bahwasanya 1 m3 biogas bisa dipakai setara dengan 0,62 ltr minyak
tanah. Selain itu pupuk organik yang dihasilkan dari sistem produksi biogas
telah pasti memiliki nilai ekonomis yang tidak kecil juga.
C.
CARA
PEMBUATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI
Biogas
kotoran sapi didapat dari dekomposisi anaerobik dengan pertolongan
mikroorganisme. Pembuatan biogas dari kotoran sapi mesti dalam situasi
anaerobik (tertutup dari angin bebas) untuk membuahkan gas yang beberapa besar
yaitu berbentuk gas metan (yang mempunyai karakter gampang terbakar) serta
karbon dioksida, gas inilah yang dimaksud biogas.
Sistem
fermentasi untuk pembentukan biogas optimal pada suhu 30-55 C, di mana pada
suhu itu mikroorganisme dapat merombak bahan bahan organik dengan cara
maksimal.
Peralatan untuk Pembuatan Biogas
Kotoran Sapi :
1. Bak Penampungan Sementara
Terbuat dari kotak dengan ukuran 0, 5 m x 0, 5 m x 0, 5 m bermanfaat
untuk tempat mengencerkan kotoran sapi.
2. Digester
Bangunan utama dari instalasi biogas yaitu digester. Digester berperan
untuk menyimpan gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri.
Type digester yang paling banyak dipakai yaitu jenis continuous feeding di mana
pengisian bahan organiknya dikerjakan dengan cara kontinu tiap-tiap hari. Besar
kecilnya digester bergantung pada kotoran ternak yang dihasilkan serta banyak
biogas yang di inginkan. Tempat yang dibutuhkan seputar 16 m2. Untuk pembuatan
digester dibutuhkan bahan bangunan seperti semen, pasir, bebatuan, batu bata
merah, besi, cat serta pipa paralon.
3. Plastik
Penampungan Gas
Terbuat berbahan plastik tidak tipis berupa tabung yang bermanfaat untuk
menyimpan gas methane yang dihasilkan dari digester. Gas metan lalu disalurkan
ke kompor gas.
4. Kompor Gas
Berperan untuk alat untuk membakar gas metan untuk membuahkan api. Api
inilah yang dipakai untuk memasak.
5. Bak penampungan Kompos
Bak ini bisa di buat lewat cara mengali lobang ukuran 2 m x 3 m dengan
kedalaman 1 m untuk tempat penampungan kompos yang dihasilkan dari digester.
Sesudah peralatan digester usai
dipasang maka setelah itu bagian pembuatan biogas dari kotoran sapi dengan cara
seperti berikut :
- Agar Menghasilkan Biogas Kotoran sapi digabung dengan air sampai terbentuk lumpur dengan perbandingan 1 : 1 pada bak penampung sesaat. Pada waktu pengadukan sampah di buang dari bak penampungan. Pengadukan dikerjakan sampai terbentuk lumpur dari kotoran sapi.
- Lumpur dari bak penampungan sesaat lalu di alirkan ke digester. Pada pengisian pertama digester mesti di isi hingga penuh.
- Lakukan menambahkan starter (banyak di jual dipasaran) sejumlah 1 liter serta isi rumen fresh dari rumah potong hewan (RPH) sejumlah 5 karung untuk kemampuan digester 3, 5 – 5, 0 m2. Sesudah digester penuh, kran gas ditutup agar berlangsung sistem fermentasi.
- Gas metan telah mulai di hasilkan pada hari 10 sedang pada hari ke -1 hingga ke – 8 gas yang terbentuk yaitu CO2. Pada komposisi CH4 54% serta CO2 27% maka biogas akan menyala.
- Pada hari ke -14 gas yang terbentuk bisa dipakai untuk menyalakan api pada kompor gas atau keperluan yang lain. Mulai hari ke-14 ini kita telah dapat membuahkan daya biogas yang senantiasa terbarukan. Hasil Biogas ini tak berbau seperti bau kotoran sapi.
- Digester selalu di isi lumpur kotoran sapi dengan cara kontinyu hingga dihasilkan biogas yang maksimal.
- Kompos yang keluar dari digester di tampung di bak penampungan kompos. Kompos cair di kemas ke dalam deregent sedang bila mau di kemas dalam karung maka kompos mesti di keringkan.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Pada proses pembuatan biogas dilakukan
secara fermentasi yaitu proses terbentuknya gas metana dalam kondisi anaerob
dengan bantuan bakteri anaerob di dalam suatu digester sehingga akan dihasilkan
gas metana (CH4) dan gas karbon dioksida (CO2) yang
volumenya lebih besar dari gas hidrogen (H2), gas nitrogen (N2)
dan gas hydrogen sulfida (H2S).
Bakteri pembentuk biogas yang digunakan
yaitu bakteri anaerob seperti Methanobacterium, Methanobacillus,
Methanococcus dan Methanosarcina.
B.
SARAN
Diharapkan masyarakat mampu mengolah
kotoran ternak menjadi biogas, selain menghasilkan gas metan untuk memasak juga
mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk organik padat dan pupuk
organik cair dan yang lebih penting lagi adalah mengurangi ketergantungan
terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi yang tidak bisa diperbaharui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar